Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Maret, 2010

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN “I’JAZ AL-QURAN” PADA MASA KLASIK
Sejak awal III H./IX M., fenomena ketidamampuan manusia menandingi al-Quran baik dari segi makna maupun struktur ini muncul dalam literatur Islam, dengan istilah i’jaz. Hingga sampai saat ini kata i’jaz menjadi terminologi ilmiah yang mengandung pengertian bahwa, secara agama fenomena ini memang mukjizat Allah, yakni bukti kenabian Muhammad Saw. dan kewahyuan al-Quran. Jadi manusia memang benar-benar tidak akan pernah memiliki kemampuan untuk menandinginya.
Sejak abad III H. tulisan-tulisan tentang i’jaz masih terus berkembang. Gagasannya mengakar pada sebuah pengertian bahwa ia adalah salah satu bentuk mukjizat yang menjadi bukti kenabian Muhammad Saw. akan tetapi, segi-segi mukjizat ini masih terus menjadi bahan pembicaraan di antara para pemikir Islam.
AL-RUMMANI
Di antara pemikir itu adalah al-Rummani, pengarang kitab al-Nukat fi I’jaz al-Quran, salah satu karya ilmiah pertama yang menggunakan kata i’jaz dalam judulnya. (lebih…)

Read Full Post »

FILOLOGI DI ERA MODERN

Pada Minggu, 27 Desember 2009 lalu, Harian Republika menerbitkan transkrip wawancara tertulis dengan saya tentang naskah Nusantara (lihat di sini). Saya sudah mencoba menjawab semua pertanyaan yang diajukan melalui email, karena kebetulan saya waktu itu sedang di luar kota. Mengingat keterbatasan ruang, tidak semua jawaban saya dapat dimuat di Harian tersebut. Dan karena saya terlanjur menuliskan apa yang ada dalam benak saya, saya fikir tidak ada salahnya kalau saya berbagi di sini versi aslinya yang lengkap, semoga bermanfaat.
Sekarang ini banyak pemerhati sejarah dan budaya Indonesia yang membincangkan warisan naskah Nusantara. Apa yang dimaksud dengan naskah Nusantara itu?
Kalau di kalangan pemerhati sejarah dan budaya, sebetulnya perbincangan tentang naskah Nusantara itu sudah lama. Mereka meyakini nilai pentingnya naskah sebagai warisan budaya. Justru yang disayangkan adalah bahwa kesadaran itu belum menjadi memori kolektif, termasuk masyarakat pemilik naskah sendiri, dan bahkan sebagian para pengambil kebijakan, sehingga upaya pelestariannya semakin jauh tertinggal dibanding negara-negara lain. Tapi saya optimis ke depan kita bisa lebih baik, apalagi mengingat berbagai advokasi yang telah dan sedang terus digiatkan oleh kawan-kawan yang tergabung dalam asosiasi Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa).
Saya sendiri pernah membuat sebuah batasan tentang naskah Nusantara, yang oleh sebagian sarjana dianggap terlalu longgar. Tapi pertama, saya ingin sedikit menjelaskan dulu bahwa yang dimaksud naskah dalam konteks ini adalah semua karya lama yang ditulis tangan, atau yang kita kenal sebagai manuscript, handschriften, bukan naskah cetak, sedangkan Nusantara bisa merujuk pada wilayah yang sekarang ini disebut Asia Tenggara. Identitas ke-Nusantara-an bisa diketahui melalui banyak hal, pengarang, penyalin, bahasa dan aksara yang digunakan, dan lain-lain yang biasanya, meski tidak selalu, tersimpan dalam kolofon (catatan akhir) sebuah naskah.
Menurut saya, naskah Nusantara bisa mencakup 3 kategori: pertama, semua naskah yang ditulis oleh pengarang asal Nusantara, baik menggunakan bahasa-bahasa lokal Nusantara, seperti Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Aceh, Batak, Bali, Wolio, dll, maupun bahasa asing, seperti Arab dan Belanda; kedua, naskah karangan penulis asing, tapi disalin oleh penyalin lokal dan naskahnya banyak digunakan oleh masyarakat Nusantara; ketiga, naskah karya penulis asing, dengan bahasa asing pula, tetapi ditulis dalam konteks Nusantara.
Nah, kategori terakhir inilah yang oleh sebagian sarjana dianggap terlalu longgar. Tapi saya punya contohnya, seperti naskah Arab berjudul Ithaf al-dhaki bi-sharh al-tuhfah al-mursalah ila al-nabi karangan Ibrahim al-Kurani. Pengarangnya adalah orang Kurdi, tidak pernah singgah di Nusantara, salinan naskahnya pun tidak dijumpai di Nusantara, tapi ia menulis karya untuk merespon konflik sosial keagamaan di dunia Melayu-Nusantara atas permintaan salah seorang muridnya di Aceh pada abad ke-17, Syaikh Abdurrauf ibn Ali al-Jawi al-Fansuri (1615-1693). Bukan tidak mungkin ada beberapa naskah sejenis, mengingat hubungan kuat dunia Melayu-Nusantara masa lalu dengan dunia Islam khususnya, seperti ditunjukkan dalam tesis Azyumardi Azra tentang Jaringan Ulama.
Disiplin apa saja yang termuat dalam naskah Nusantara? (lebih…)

Read Full Post »